بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ
اارَّحِيم .
Dia ingat pesan neneknya agar shalat tepat waktu. “Anakku, jangan
sekali-kali kamu mengakhirkan shalat hingga terlambat.” Neneknya berusia
sekitar 70 tahun, tetapi jika mendengar suara adzan, dia segera bangun
untuk melaksanakan shalat. Sedangkan dirinya, bagaimanapun keadaannya
dia tidak pernah mampu mangalahkan egonya agar segera mendirikan shalat.
Apapun yang dia kerjakan, shalat selalu diakhir waktu dan berdoa dengan
sangat cepat agar selesai tepat waktu. Berpikir tentang ini, dia
bangkit dan yakin masih ada waktu 15 menit sebelum waktu Isya’. Dengan
segera, dia berwudhu dan melaksanakan shalat Maghrib. Ketika sedang
bertasbih, dia ingat lagi akan pesan neneknya dan dia merasa malu
tentang pelaksanaan shalatnya. Neneknya melaksanakan shalat dengan penuh
ketenangan dan kedamaian. Mulailah dia berdoa dan bersujud di atas
sajadah dan diam untuk beberapa saat.
Setiap hari dia pergi kesekolah, tentu melelahkan, sangat melelahkan.
Dia terbangun dalam keadaan kaget karena ada suara atau teriakan. Dia
berkeringat. Lalu melihat-lihat di sekitarnya. Di sana sangat ramai.
Setiap arah yang dia lihat terdapat manusia. Di antaranya hanya berdiri
melihat-lihat, di antaranya berlarian ke kiri dan ke kanan dan di
antaranya berlutut dengan memegang kepala menunggu. Dia sangat ketakutan
setelah dia sadar di manakah sebenarnya dirinya.
Hatinya seolah-olah meledak. Ini adalah hari pembalasan. Di saat dia
hidup, dia telah mendengar banyak tentang pertanyaan pada hari
pembalasan. Tetapi, hal itu terasa sangat lama. Apakah ini suatu
khayalan belakang? Tidak, ini adalah penantian dan rasa takut yang
teramat sangat dan belum pernah dia bayangkan sebelumnya. Tanda tanya
itu masih terus terjadi.dengan penuh ketakutan dia mulai bertanya dari
satu orang ke irang lain tentang apakah dirinya sudah dipanggil? Tak ada
seorangpun yang bisa menjawabnya. Tiba-tiba namanya dipanggil dan
kerumunan manusia itu membelah menjadi dua untuk memberikan jalan
untuknya. Dua orang menarik lengannya dan membawanya ke depan. Dia
berjalan di tengah-tenga kerumunan tanpa satu orangpun dikenalnya.
Malaikat membawanya ketengah-tengah, lalu meninggalkannya disana.
Kepalanya menunduk dan seluruh kejadian dalam hidupnya terlihat di depan
matanya seperti melihat sebuah film. Dia membuka matanya, tetapi dia
melihat dunia yang lain. Manusia yang saling tolong-menolong. Dia
melihat ayahnya berpindah dari satu pengajian ke pengajian lain,
menafkahkan seluruh kekayaannya untuk Islam. Ibunya mengundang tamu-tamu
masuk ke rumah di saat meja-meja sedang ditata dan yang lain
dibersihkan.
Dia membela diri, “Aku juga seklalu dijalan ini. Aku telah membantu
orang lain. Aku juga telah menyebarkan firman-firman Allah dan aku juga
menegakkan shalat. Aku puasa di bulan Ramadhan. Apa pun yang telah Allah
perintahkan kepada kita, telah aku laksanakan. Dan apa yang telah Allah
larang untuk kita lakukan, aku juga tidak melakukan.”Dia mulai menangis
dan berpikir tentang betapa dia sangat cinta kepada Allah. Dia tahu,
apapun yang telah dia lakukan semasa hidup tidak akan ada manfaatnya
jika Allah tidak meridhai, dan satu-satunya pelindung adalah Allah. Dia
terus mengeluarkan keringat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya dan
terus bergoncang. Matanya terus melihat ke arah timbangan, menunggu
keputusan terakhir. Akhirnya, keputusan telah dibuat. Dua malaikat
dengan lembaran-lembaran kertas ditangan mereka, menuju kearah kerumunan
orang. Kakinya merasa seperti akan roboh. Dia menutup matanya tatkala
mereka mulai membaca nama-nama orang yang masuk ke dalam Jahannam.
Namanya terbaca pertama kali. Dia jatuh berlutu dan berteriak bahwa ini
tidak mungkin, “Bagaimana bisa aku masuk Jahannam? Aku membantu manusia
sepanjang hidupku, aku telah menyebarkan firman-firman Allah kepada
yang lain.”Matanya menjadi kabur dan dia bergetar penuh keringat. Dua
malaikat mengambilnya dengan tangan. Ketika kakinya diseret, mereka
mengelilingi kerumunan dan mengarah ke depan menuju nyala api Jahannam.
Dia terus berteriak dan berharap semoga ada orang yang akan menolongnya.
Dia terus meneriakkan hal-hal baik yang telah dia kerjakan; bagaimana
dia telah menolong ayahnya, puasanya, shalatnya, dan bacaan Al-Qurannya.
Dia bertanya kenapa tidak satupun di antara mereka yang mau menolong.
Malaikat Jahannam terus menyeretnya. Mereka telah dekat dengan Neraka.
Dia melihat kebelakang dan inilah permohonan terakhirnya. Bukankah
Rasulullah bersabda, “Betapa sangat bersihnya orang yang mandi di sungai
sehari lima kali, begitu juga bukankah orang yang melaksanakan shalat
lima kali dalam sehari bisa membersihkan dosa-dosanya?” Dia mulai
berteriak, “Shalatku-shalatku?”
Dua malaikat itu tidak berhenti dan mereka telah sampai di tepi jurang
Jahannam. Nyala dari apinya telah membakar mukanya. Dia melihat ke
belakang untuk terkahir kalinya, tapi matanya telah kering dari harapan
dan dia sudah tidak memiliki apapun di belakang. Salah satu dari
malaikat itu mendorongnya ke Jahannam.
Dia mendapatkan dirinya di udara dan jatuh menuju kobaran api. Dia
telah hampir jatuh sekitar lima atau enam kaki ketika tiba-tiba ada
tangan yang menarik lengannya kembali ke atas. Dia mengangkat kepalanya
dan melihat seorang tua dengan jenggot putih. Dia menyeka debu yang ada
dirinya lalu bertanya, “Siapakah dirimu?” Lelaki tua itu menjawab,
“Akulah shalatmu.” “Kenapa kamu sangat terlambat! Aku hampir saja masuk
ke dalam api! Kamu menyelamatkan aku di menit-menit terakhir sebelum aku
jatuh.”Lelaki tua tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Kamu selalu
melaksanakan aku pada menit-menit terakhir, apakah kamu lupa?”
Segera setelah itu, dia terjaga dan lalu mengangkat kepala dari
sajadah. Tubuhnya berkeringat. Dia mendengar suara yang datang dari
luar. Dia mendengar adzan untuk waktu shalat Isya’. Dia segera berdiri
dan mengambil air wudhu.
“Ucapkanlah doa-doamu sebelum doa-doa diucapkan untukmu”
By :Akramulla Syed